Cerpen

by - Januari 01, 2012

Brahmanti

Hei Silvy! Aku kelihatan nih..Silvy, lihatlah sampingmu, dari tadi ia melihatmu dengan penuh nafsu! Argh! Sudah aku kira semua pasti jadi seperti ini. Ini gara-gara setelan lingerie-nya yang selalu memamerkan aku dan yang kulindungi. Sial! Ini buan kali pertama ada laki-laki yang melihatku. Dulu, entah kapan, ada yang melihatku, dia lalu pura-pura kenalan dengan Silvy, belum genam sehari laki-laki itu mengenal Silvy, langsung aja main serobot! Grasak-grusuk, grayang sana, grayang sini.

      Aku ada karena dibeli, tapi aku bukan sekedar hiasan dada! Yang bisa digerayangi laki-laki seenaknya saja! Aku tidak tahu kenapa Silvy selalu saja melayani laki-laki seperti itu. Huh…Silvy!!! Hey Silvy! Tolonglah, tutup sedikit saja dadamu itu! Ia melihatku semenjak kita berang kat dari terminal Kudus tadi. Plissss Silvy…aku sudah tidak tahan dilihatnya! Sudah hampir seperempat  jam semenjak dari terminal Kudus tadi laki-laki ini terus curi-curi pandang melihatku. Aku tidak tahu, kenapa stiap Silvy memakai aku ia pasti memamerkan aku. Tokh dadanya juga tidak terlalu besar, aku hanya 34, berwarna hitam. Kecil bukan? Bukan aku tidak bangga dipakai tapi aku selalu risi ketika dipamerkan! Aku merasa tidak ada gunanya, aku tidak merasa melindungi payudaranya. Kenapa dia tidak usah memakai kutang saja?

      Aku dibeli Silvy dua bulan yang lalu. Ketika itu aku merasa aneh ketika perempuan ini menunjukku. Ia langsung memakaiku, dan sebelumnya ia memakai bra yang sama denganku. Hitam dan ber-kap kecil. Hanya pada dua menit pertama ia memakai aku, aku merasa nyaman. Setelah itu, aku menjadi risi sampai sekarang. Aku kira kemeja hitamnya ia pakai rapat-rapat untuk menutupiku, namun ternayata ia malah membuka sampai belahan dada yang aku lindungi terlihat. Malamnya laki-laki itu menggerayangiku, menggigit-gigit aku tepat pada puting sampai aku basah. Laki-laki itu kemudian melepas aku dari apa yang aku lindungi dan melemparku jauh-jauh. Dan desahan kedua orang itu membuatku ingin muntah. Biarpun laki-laki itu adalah suami dari orang yang membeliku, aku tetap merasa dilecehkan, tugas dan kewajibanku tidak dihargai sama sekali!

      Kemudian aku mengerti kenapa Silvy memamerkan aku, aku mendengarnya ketika bergosip ria di dalam almari, maklumlah tabiat perempuan. Temanku, bra berwarna krem, berukuran sama denganku tapi bigos nomor satu, berkata kalau ia dipakai Silvy hanya ketika berada dirumah, selebihnya ketika ia bepergian ia memakai aku dan bra-bra yang berwarna hitam sport yang super sombong-sombong itu atau yang warna merah yang pada sok sexy itu.

      Warnaku hitam tapi tidak mau menyombongkan diri hanya karena sering dipamerkan. Aku lebih suka berada di balik baju, entah apa jenisnya, asal tertutup rapat. Biarpun nanti aku basah karena keringat perempuan yang memakaiku daripada harus basah karena liur laki-laki. Kata temanku, bra-bra yang berwarna hitam adalah bra yang khusus dipamerkan, tapi bagiku tidak. Aku berhak melindungi dada perempuan yang memakaiku, aku bahkan iri dengan teman-temanku yang melakukan tugasnya dengan baik dan benar, yang bisa melindungi payudara dengan seutuhnya.

      Kemarin teman-teman ribut menggosip karena bra yang pertama kali dipakai oleh Silvy tiba-tiba bicara, ia bercerita dengan menangis. Ia adalah bra yang sering dipakai Silvy ketika payudaranya mulai tumbuh, bra itu bermotif tokoh kartun Tweety, seekor burung parkit yang imut. Silvy bahkan tidak pernah melepas bra tersebut karena itu adalah kebanggannya dan bra yang ia beli pertama kali dengan uang sakunya sendiri ketika ia masuk SMP. Ayah Silvy yang sangat keras sangat melarang Silvy walau hanya untuk berteman dengan laki-laki, ayahnya khawatir kalau  ia akan menjadi ibunya yang suka berganti-ganti laki-laki. Suatu ketika Silvy jatuh cinta pada temannya sekelasnya, Silvy yang sangat itu masih kelas satu SMP suka meminta foto-foto teman laki-lakinya. Dengan alasan agar besok ketika lulus ia tidak akan melupakan teman-temannya. Dengan cara itu ia akan mendapatkan foto teman yang ia sukai. Ayahnya yang selalu diliputi rasa khawatir mendapati Silvy menyimpan banyak foto laki-laki. Ayahnya marah, namun Silvy tidak dihajarnya, Silvy bahkan diberi tontonan yang menarik. Film porno. Smabil menonton ayahnya berkata bahwa Silvy tidak boleh jatuh ke tangan laki-laki lain. Kekecewaan ayah Silvy terhadap ibu Silvy ia lampiaskan terhadap Silvy yang sangat mirip ibunya. Ayahnya dulu hanya sempat bercinta satu kali saja, sampai Silvy lahir ayahnya pun sendiri. Dan suatu saat, dengan mempelajari film tersebut maka Silvy harus melayani ayahnya sperti yang ada dalam film tersebut.

      Aduh! Kenapa laki-laki ini diam-diam mengarahkan kamera handphonenya ke arahku? Sial! Silvy sadarlah, aku akan difoto!! Aku kemudian teringat juga akan certa bra warna krem sahabat gosipku, dulu setelah Silvy menonton film porno itu dan setelah Silvy berpacaran, Silvy mempraktekannya dengan pacar kecilnya yang sudah kenal nafsu di dalam pos kampling ujung desa Barongan. Desa legendaris tempat asal kesenian Barongan. Mereka tidak beralas apa-apa, hanya dengan modal nafsu saja, tempat pun tak masalah untuk melakukannya. Pada saat ini, kata sahabatku, bra motif Tweety makin keras tangisnya, tapi ia terus melanjutkan ceritanya. Bra yang baru saja dicuci Silvy, dalam waktu setengah jam lusuh digerayangi tangan kecil yang terampil, pacarnya lallu menyelipkan penisnya yang sudah menegang diantara payudara kecil yang masih memakai bra. Setelah itu, Silvy gantian mempertunjukkan hasil belajarnya. Tanpa ragu-ragu, Silvy membuka semua pakaian yangmenempel di tubuhnya, pacarnya pun demikian. Silvy pun jebol, namun tanpa di sangka pacarnya mengeluarkan spermanya pada cup bra bermotif Tweetynya dengan alasan agar Silvy akan terus mengingat dirinya. Memang, bra Silvy tidak pernah melupakan hal itu. Semenjak saat itu, bra Tweety tidak pernah dipakai Silvy dan sejak saat itu pula, Bra itu tidak pernah bicara dengan pakaian dalam yang lain.

      Entah kenapa Silvy selalu membiarkan aku merasa risi karena gerangan tangan teman lelakinya. Laki-laki yang disamping itu saja sudah risi aku dilihatnya. Kalau aku punya mulut, aku akan berteriak kalua aku hanya ingin melindungi payudara, bukan dilihat, digerayangi, dibasahi dengan air liur atau hal-hal yang menjadikanku lepas dari apa yang aku lindungi! Kalau aku punya tangan maka aku akan menusuk kedua mata laki-laki yang dengan sengaja memotret aku dengan handphonenya! Apalagi kalu aku punya kaki, maka akan panjang urusannya. Aku akan menendang penisnya yang pasti sudah menegang itu sampai bengkok!!

      Hampir setiap Silvy memakai aku, maka malamnya ia akan mabuk dengan teman laki-lakinya lalu aku terlempar melayang. Tapi dari sekian banyak Silvy melaukan hal itu, aku tidak pernah mendapati Silvy melayani ayahnya. Mungkin hal ini tidak akan terjadi.

      Di almari, tapi sap yang berbeda ada bra yang seukuran denganku, ia sudah cacat. Salah satu talinya hilang, dan kawatnya ada yang lepas. Ia bercerita dengan sesama kami dengan suara yang aneh, tapi sekilas aku pahami kalau Silvy bebas melakukan apa saja yang penting ayahnya bisa mendapatkan apa yang diinginkan. Akankah hal itu terjadi? Aku benci terhempas dari payudara yang aku lindungi. Lebih baik aku mencium bau keringat Silvy yang terus menetes ketika berkeringat, dan sekali lagi! Lebih baik aku basah dan bau karena keringat Silvy, bukan karena air liur! Apalagi air liur ayahnya!

      Tidak terasa, seperempat jam lagi aku sampai di Semarang, sudah sampai di Sayung ternyata. Dan akhirnya Silvy menutupiku dari pandangan laki-laki itu. hei ada telfon, aku kenal suara itu, itu-itu-itu suara ayahnya, apakah malam ini ia akan melakukan hal itu dengan ayahnya? Agh! semoga saja tidak! Atau karena itulah aku dipakai? Aduh! Aku bra! Bukan alat penambah nafsu birahi. Tapi, oh... ternyata tidak, ayahnya hanya bertanya sampai dimanakah bus yang Silvy tumpangi. Lebih baik aku mengingat lagi ketika ada celana dalam G-String miik Silvy berkoar-koar bahwa Ia hanya dipakai Silvy ketika berhubungan dengan pacarnya yang mirip Baim Wong. Seketika itu aku hanya tertawa, jadi benda yang tidak jelas fungsinya saja bangga, ia kan hanya digeser-geser saja ketika Berhubungan. Entah jadi celana dalam, entah jadi penghalang.

      Secinta apapun Silvy kepadaku, aku tetap tidak suka dengannya karena ia membuatku tidak berguna, hanya menjadi barang yang sering terlempar. Dulu pernah juga Silvy pulang kekosnya tanpa menggunakan aku, ia pulang dalam keadaan mabuk, dan ia meninggalkan aku di hotel tempat ia menginap bersama laki-laki. Entah siapa. Pada saat itu aku sudah sangat senang karena aku tidak akan hilang, tidak terpakai lagi. Buatku hal itu lebih baik dari pada terus merasakan ketidakbergunaanku karena nafsu laki-laki. Tapi tiba-tiba Silvy mengambilku lagi, membawaku pulang dan langsung mencuciku. Huh! Sial! Kata teman-teman aku adalah bra yang paling mudah menambah gairah laki-laki karen warnaku hitam dan bentukku yang simple tanpa ada renda-renda yang bikin ribet. Aku benci kesimpulan itu.

      Hei! Sudah sampai Terminal Terboyo. Aku sudah sampai semarang. Emtah dengan siapa lagi Silvy akan berhubungan. Ayahnya sudah menunggu Silvy semenjak ia telpon ketika Silvy masih berada dalam bus.

      Kata-ayahnya membuatku ingin dan hancur; “Ayah sudah memboking kamar, ada Tequila dingin di sana. Siap kan?”. Silvy hanya mengangguk sambil tersenyum, dan mereka pun melaju.

*cerpen ini pernah dimuat dalam antologi puisi dan cerpen Hikayat Mengaji yang diterbitkan oleh FASINDO pada tahun 2010

You May Also Like

0 komentar