Prodo Si Penjual Beli Gelar di Negeri Tercinta

by - Mei 02, 2020



"Aku naik kelas, dikatrol dari mulai sekolah dasar, sekolah lanjutan pertama, sekolah lanjutan atas, perguruan tinggi, aku hidup dengan irama uang yang meradang-radang di mana-mana, jadilah aku seorang sarjana yang lulus karena permainan uang! Tetapi aku tak siap menerima tantangan, ketika harus bersaing menjadi seorang doktor dan guru besar, aku gagal total, aku meminggirkan diri pelan-pelan, dan bergabung dengan University of Zuzulapan dari Amarakua. Sejumlah orang yang mencari keuntungan lewat jual beli gelar, karena gelar memang dicari demi gengsi, diburu demi sesuatu."

-Naskah Monolog "Prodo Imitatio", Karya Arthur S Nalan.

Salam Imitatio! Viva Profesorus Prodo!

Begitu jargon yang seringkali Prodo ucapkan saat menyebarkan ilmu-ilmunya. Prodo adalah seorang doktor yang lulus bukan karena kemampuan dan keahliannya, melainkan karena uang. Seorang penjual beli produk gelar ini juga menjabat sebagai rektor di University of Zuzulapan yang berpusat di Amarakua. 

Menurut Prodo, gelar dapat dengan mudah diraih dengan uang. Bahkan, ia mengaku banyak orang-orang yang sudah ia beri gelar imitasi dan terbukti sukses menduduki kursi-kursi pemangku kebijakan di negerinya. Ia juga dengan percaya diri mengatakan bahwa bisnis gelar yang ia besarkan itu tidak akan pernah mati selama orang-orang membutuhkan gelar. Bagi Prodo, perguruan tinggi negeri yang ada adalah ladang uang yang menggiurkan. 

Tapi tentu saja itu hanya terjadi di Manaboa, tempat Prodo berada, bukan di Indonesia. 

Lagi pula, mana mungkin pendidikan diperjualbelikan, apalagi di Indonesia ini yang sangat pro rakyat. Di negeri ini tak akan mungkin pendidikan menjadi ladang bisnis. Camkan saja, negeri ini menjunjung tinggi semboyan Ki Hadjar Dewantara yang luhur, yakni "Ing Ngarso Sun Tulodo", "Ing Madyo mangun Karso", dan "Tut Wuri Handayani". Mana mungkin itu hanya menjadi semboyan saja tanpa implementasi. 

Kemudian para sarjana, magister, doktor di Indonesia itu sangat kompeten, tak akan ada gelar sarjana, magister, dan doktor imitasi. Lalu apalah itu hal konyol tentang para pemangku kebijakan di negeri Prodo yang membiarkan rakyatnya sengsara karena kebijakan-kebijakan yang ada, lucu sekali. Untung saja bukan di Indonesia, para pemangku kebijakan di negeri ini tentu saja mempunyai kapasitas yang mumpuni dan pro rakyat. 

Ah, kasihan sekali. Sekali lagi, untung saja bukan di Indonesia, dan tak akan mungkin bisa terjadi di negeri ini, karena pendidikan negeri ini adalah milik semua, bukan segelintir.

___
Litbang Teater Emper Kampus
2 Mei 2020
Selamat Hari Pendidikan.

You May Also Like

0 komentar